Agama, Pendidikan, dan Moralitas Bangsa dalam Perspektif Cita-cita Pancasila
Oleh: Nanang Asmara
Beberapa dekade terakir ini, bangsa Indonesia sedang dilanda krisis moralitas yang berakibat pada stabilitas politik, keamanan dan juga ekonomi. Kasus-kasus yang terjadi baik tindak kejahatan Pidana (korupsi), tindak kejahatan kriminal (perampokan dan juga pencurian), hingga tindak kejahatan yang mebahayakan stabilitas keamanan negara seperti terorisme dan pertikaian antar kelompok masyarakat menjadi hal yang paling memprihatinkan dan mengkawatirkan bagi kelangsungan, keamanan, dan ketertiban negara.
Kasus terakir yang terjadi antara lain pertikaian massa yang terjadi di Jakarta dan kerusuhan Tarakan (Solopos, 30/09/10) dan juga teror bom sepeda (Solopos, 01/10/10) di Bekasi menjadi fakta yang miris untuk dibicarakan disebuah negara kesatuan yang dulunya dikenal ramah, sopan, dan juga damai. Yang menjadi pertanyaan sekarang adalah apakah sudah tidak ada lagi falsafah hidup bangsa Indonesia untuk hidup dalam kesatuan, kerukunan, dan juga perdamaian?.
Bangsa Indonesia adalah bangsa yang paling kompleks jika dibandingkan dengan bangsa lain dalam hal budaya, suku, dan juga agama. Sehingga sangat mungkin terjadi gesekan kepentingan dan juga budaya, oleh karena itu falsafah hidup bangsa Indonesia harus mampu mengakomodir segala kepentingan demi satu tujuan yaitu terwujudnya negara Kesatuan Republik Indonesia yang damai dan sejahtera. Falsafah tersebut telah dibangun dan diajarkan oleh pendahulu kita yang dikenal dengan pancasila, dan 1 oktober kemarin adalah hari kesaktian pancasila.
Menilik kembali sejarah bangsa Indonesia hingga menajdi negara kesatuan di bawah satu bendera dan juga falsafah hidup Pancasila, Indonesia mampu menyatukan berbagai ragam suku, agama, dan juga berbagai kepentingan kelmpok dengan sikap saling toleransi dan tidak menganggu kepentingan kelompok lain demi menjaga negara kesatuan dan juga keamanan. Meskipun sebelumnya diawali dengan berbagai konflik dan pertikaian kepentingan seperti DI/TII, G30S, dan pemberontakan-pemberontakan yang lain. Saat itu pancasila mampu menjadi perekat kepantingan dari berbagai suku, budaya dan agama dari Sabang sampai Meraoke.
Momentum 1 oktober (tepat beberapa hari lalu) sebagai hari kesaktian pancasila, mustinya seluruh warga negara Indonesia kembali merefleksikan akan fungsi dan filosofi pancasila sebagai sebuah falsafah negara kesatuan, yang menekankan pada sikap toleransi, kerukunan, dan juga keamana bersama.
Dalam pancasila, berbagai kepentingan telah terakomodir seperti sila pertama manyatakan tentang ke-Tuhanan yang maha Esa. Penjabaran dari pemaknaan sila pertama ini adalah negara Indonesia adalah negara yang beragama namun bukan negara agama, sehingga agama-agama yang ada di Indonesia dilindungi karena menjadi dasar dari bangunan negara dan moralitas bangsa. Sedangkan sila kedua sampai dengan sila keempat adalah banguanan yang harus dibangun dalam sitem sosial masyarakat. Sehingga agama sebagai pondasi dalam bernegara (dalam sila ke-Tuhanan yang maha Esa) untuk membangun sitem sosial yang ada di sila-sila berikutnya yakni, ”kemanusiaan yang adil dan beradap, persatuan indonesia dan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”.
Dari pemaknaan secara sruktural pancasila diatas dapat diartikan bahwa agama-agama di Idonesia memiliki tugas dan peran penting guna membagun masyarakat yang sejahtera, adil dan beradap untuk mewujudkan negara kesatuan lewat pemeluk agama-agama yang saling bangun-membangun untuk mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di dalam masyarakat yang beradap.
Kaitanya dengan moralitas, agama dan pendidikan mejadi faktor terpenting dalam membagun moral dan karakte bangsa. Pendidikan yang terintegratif antara agama (sebagai bangunan moral dan pondasi pancasila) dan juga ilmu pengetahuan serta yang terpenting juga adalah filosofi bernegara dalam Kesatuan Repuplik Indonesia lewat falsafah pancasila akan membentuk bangsa yang berkarakter dan beradap demi cita-cita bersama. Oleh karena itu perlu sekiranya untuk menilik kembali kurikulum pendidikan dan juga khotbah-khotbah keagamaan yang kedepanya diharapkan tidak telepas dari ruh kesatuan bernegara dalam bingkai Pancasila.
Melihat realitas yang ada, pemerintah mustinya segera bergerak cepat mengatasi konflik-konflik yang terjadi dengan kembali menanamkan falsafah hidup bangsa indonesia baik secara kultural dan struktural namun dengan tidak menciderai demokrasi dan hak asasi manusia. Karena jika tidak bangsa Indonesia akan kembali kepada sejarah pertikaian dan konflik antar golongan yang berakibat pada semakin tidak stabilnya kondisi keamanan yang berdampak pada sisi pembangunan.
Sejarah seharusnya berkembang. Saat pancasila pernah menjadi falsafah ”ampuh” untuk mempersatukan bangsa maka hendaknya pancasila disuburkan dan disemaikan lewat pendidikan dan keagamaan. Sebab pancasila tidak menciderai kepantingan golongan apapun tapi justru melindungi kepentingan dari setiap golongan. Mudah mudahan kedepan kita menjadi bangsa yang lebih berkembang, santun, rukun dan beradap dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar